ANAK KAMI KOG BERUBAH?
Oleh : Drs. George Hardjanta, MSi
Ilustrasi : Wintoro / Padma News
Pertanyaan:
Langsung
saja, kami ingin menanyakan tentang anak kami. Kami mempunyai dua orang anak,
yang pertama cowok berumur 13 tahun dan baru saja masuk SMP dan yang bungsu
cewek baru berumur 9 tahun dan duduk di kelas 3 SD. Sejak dulu kami mendidik
anak dalam kebersamaan dan kami selalu bisa bersama-sama, makan atau bepergian,
bahkan ke gereja atau berdoa keluarga selalu bersama-sama. Nonton televisi juga
kami lakukan bersama, dengan acara yang disepakati bersama pula. Kebersamaan
ini sudah terbina sejak anak-anak masih kecil.
Akhir-akhir
ini, anak sulung kami tampaknya mulai enggan bersama-sama lagi. Ia mulai
berusaha untuk menghindar bila diajak untuk bersama, baik makan malam atau
menonton televisi. Yang membuat kami agak prihatin, kalau diajak pergi bersama
juga kadang berusaha untuk menghindar. Memang untuk acara tertentu, seperti
makan malam atau doa keluarga ia masih mau ikut, tetapi begitu selesai
cepat-cepat masuk kamar dan menyendiri. Padahal dulu ia yang sangat getol untuk
mengingatkan yang lain untuk selalu bersama.
Kami ingin
tahu ada apa dengan anak kami, kalau ditanya ia hanya menjawab hanya ingin
sendiri saja atau sedang banyak pekerjaan rumah. Padahal kami tahu ia hanya
sekedar main game di komputer atau membaca buku novel saja. Kami berharap kami
bisa mendapat jawaban atas persoalan ini dan apa yang perlu kami lakukan untuk membantu anak kami tersebut.
(Keluarga
PeGeTe di Pedurungan).
Jawaban:
Keluarga
Bapak PeGeTe yang kompak, kekompakan keluarga Bapak bisa saya rasakan lewat
surat yang ditulis kepada kami – Redaksi Padma News. Saya tidak tahu yang
menulis surat di atas Bapak atau Ibu, karena penulis menuliskan ‘kami’ sebagai
kata ganti orang tua. Dari sini tercermin kesatuan orang tua dalam mengasuh
anak dan kesatuan keluarga. Persoalan yang terjadi menjadi persoalan bersama,
bukan persoalan salah satu pihak saja. Tidak mengherankan bila keluarga Bapak
menjadi bingung begitu ada anggota yang mulai ‘melepaskan diri’.
Apa yang
terjadi pada keluarga Bapak bukanlah sesuatu yang menyimpang, melainkan sesuatu
yang sangat wajar bila kita memandangnya dari sudut pandang psikologi
perkembangan. Putra Bapak mulai memasuki masa remaja dan sudah meninggalkan
masa anak-anaknya. Di masa ini terjadi beberapa perubahan. Perubahan yang
pertama adalah pertumbuhan fisik yang agak cepat dibandingkan masa anak-anak,
sehingga tinggi badannya mengalami perubahan yang agak cepat dari pada
sebelumnya. Selain itu, juga terjadi kemasakan pada organ-organ seksual,
sehingga mulai muncul tanda-tanda kelamin sekunder, seperti rambut kelamin dan
kumis, perubahan suara, pertumbuhan jakun dan otot-otot tubuh. Pertumbuhan
semacam ini kadang membingungkan si anak, sehingga ia menjadi malu. Akibat
lainya adalah emosinya kadang menjadi lebih labil dan agak mudah stres, karena
bingung dan kesal atas perubahan-perubahan fisik tersebut.
Perubahan
yang kedua adalah perkembangan sosial. Perkembangan sosial ini muncul dalam
beberapa bentuk. Pertama, anak mulai berorientasi pada teman sebaya dan
mengalihkan perhatiannya dari keluarga, sehingga ia lebih suka berkumpul dengan
teman-teman sebayanya dari pada bersama keluarganya. Yang kedua, mulai muncul
minat untuk berhubungan dengan lawan jenis. Di sini mulai muncul minat terhadap
lawan jenis dan keinginan untuk diperhatikan oleh lawan jenisnya. Akibatnya,
anak mulai memperhatikan penampilan teman-teman lawan jenis dan penampilan
dirinya sendiri. Perubahan sosial juga terjadi berkaitan dengan kemandirian.
Anak mulai belajar untuk lebih mandiri dan lepas dari ketergantungan orang tua.
Ditambah lagi dengan munculnya kesadaran akan kebutuhan privasi. Anak juga
mulai merasa bahwa ia butuh privasi, dimana ia bisa ‘menikmati’ kesendirian.
Perubahan-perubahan inilah yang terutama menyebabkan terjadinya ‘perubahan’
pada putra sulung Bapak.
Perubahan
yang selanjutnya adalah perubahan pada intelektualnya. Anak yang mulai memasuki
masa remaja juga mengalami kemasakan intelektual yang lebih baik, sehingga
sudah lebih bisa berpikir secara objektif, karena kemampuan berpikir secara
kritis dan realistis sudah lebih berkembang dari pada sebelumnya. Akibatnya,
kadang juga terjadi ‘pembangkangan’ terhadap pemikiran orang tua.
Dalam
menghadapi perubahan-perubahan semacam ini, yang bisa Bapak sekeluarga lakukan
adalah tetap menjaga sikap keterbukaan dan kebersatuan, tetapi jangan terlalu
memaksa untuk bersama-sama lagi. Bapak sekeluarga juga perlu menghargai
keinginannya untuk menjaga privasi dan kemandiriannya. Bapak perlu menunjukkan
kesiapan untuk membantu, baik secara nyata atau melalui saran, nasehat atau
informasi yang diperlukan oleh anak untuk memahami dirinya. Bapak dan Ibu juga
perlu ingat bahwa makin lama anak akan makin menjauh dari orang tuanya. Seperti
yang dikatakan oleh Khalil Gibran, bahwa orang tua adalah busur yang menjadi
landasan/pijakan untuk meluncurnya anak panah. Oleh karena itu, Bapak dan Ibu
perlu mempersiapkan diri untuk melepas anak yang makin dewasa.
Semoga
informasi singkat ini dapat menjawab pertanyaan dan mengurangi keresahan Bapak
dan Ibu menghadapi perubahan tingkah laku anak sulung Anda; dan semoga
kebersamaan dan kekompakkan keluarga Anda tetap terjaga.